Dirimu pasti lelah setelah bekerja seharian penuh. Dihempaskannya tubuhmu itu di sofa empuk itu. Setelah memesan, wajahmu tak pernah berpaling dari langit di hadapanmu. Langit yang sedang memerah itu seakan menghipnotismu. Tak peduli dengan orang lain di sekitarmu. Kamu longgarkan ikatan dasi yang mengekang itu.
“Terima kasih,” ucapmu saat pesananmu dihantarkan.
Sebotol minuman berwarna merah itu mulai berkurang seiring waktu. Namun sepanjang itu pula kamu tak berpaling, apalagi pada diriku ini. Dan kini kamu sibuk dengan telepon genggammu. Entah gadis mana yang kamu ajak kencan malam ini.
Sudah terlalu sering aku melihatmu bersama berbagai gadis. Gadis-gadis cantik yang tak pernah kau ajak kembali ke tempat ini. Pelariankah? Kamu melambaikan tanganmu ke arah gadis berbaju merah darah itu. Cantik, harus kuakui. Seleramu tidak pernah berkurang. Hanya yang cantik yang kau temui.
Tawa mesra dari si gadis membuatmu tersenyum. Lelah yang tadi terlihat dari matamu, pudar sudah. Perlahan kamu melingkarkan tanganmu ke pinggang gadis itu.
Dia pun menambatkan kepalanya di bahumu yang kekar itu. Menjamu senja di hadapan bersama dirinya, itulah yang kamu lakukan. Sepertinya dirimu memang tahu bagaimana memanjakan seorang gadis dengan senja.
“Senja memberi keindahan pada bumi, tapi masih ada yang bisa mengalahkannya.”
Ah lagi-lagi kamu memulai rayuanmu itu. Rayuan yang seringkali kudengar. Pada puluhan gadis lainnya. Sebentar lagi pasti kamu akan melanjutkan rayuanmu itu.
“Kecantikanmu mengalahkan senja. Mataku tak dapat berpaling darimu sejak kamu menapakkan kaki di pintu itu.”
Seperti biasa, gadis ini pun luluh, tersipu malu mendengar rayuanmu. Tak lama lagi. Yah, tak lama lagi pasti. Seperti biasanya. Setelah membayar tagihan, dirimu pun menggandeng gadis itu ke tempatmu. Dan artinya itu adalah akhir bagi si gadis, karena besok, dia takkan pernah mendengar kabar darimu lagi. Seperti gadis-gadis lainnya.
Dan aku akan menunggumu di sini kembali besok, seperti biasa. Menjamu senja di balik punggung kekarmu itu. Dari balik kacamataku ini.
“Sampai kapan kamu hanya akan mengamatiku?”
Tiba-tiba suaramu ada di sampingku, mengejutkanku. Dirimu ternyata tidak pergi bersamanya, masih di sini. Aku hanya terdiam, menatap wajah tampanmu yang kurindu itu.
“Tak sakitkah dirimu melihat aku bersama gadis demi gadis yang kuajak ke sini?”
Aku masih terdiam. Kamu mengetahui diriku di sini, mengamatimu? Pikiranku bergejolak.
“Aku letih menjamu senja yang tak kuinginkan,” lanjutmu. “Letih menjamu semua senja semu yang sengaja aku bayar untuk memancing senja sejati. Aku ingin bersama senja yang aku idamkan. Dirimu.”
Kamu pun duduk di sampingku. Jemari tanganmu mengisi setiap ruas jariku. Kamu mencium punggung tanganku lembut.
“Senja, aku lelah berpura-pura menjamu senja semu. Aku ingin menikmati senja bersamamu, sekarang dan selamanya.”
Aku pun tersipu malu menatap matamu. Wajahmu memancarkan bias kemerahan senja.
“Senja, maukah kamu memaafkanku dan kembali bersamaku merajut rumah tangga kita yang hancur setahun lalu?” tanyamu. “Kamu pun di sini bukan tanpa alasan kan?”
Kamu memang mengenalku, walau kamu tidak menatapku langsung. Tapi kamu memang mengenalku dengan baik Martin. Aku pun hanya menganggukkan kepalaku. Menyandarkannya ke bahu yang kurindukan selama ini. Semoga kali ini untuk selamanya.
***
Total 481 kata untuk Prompt#78 Menikmati Senja dari Monday Flash Fiction. Diminta pakai POV#2 juga. 😀 Kripik pedesnya ditunggu ya.
Dirimu menulis fiksi jauh lebih mengalir Yan. 😀
Hahahaha. Gitu yak. Apa fiksi aja ya isi blognya.
Ini nulis mikir hampir seminggu
kalo fiksi semua sih ya bacanya gw sekali-sekali aja. You’re improving kok Yan in terms of flow 😀
Thank you Dan.
Fiksi nya beda gitu, kaya ada manis-manis nya.. 😀
Apanya yang manis mas?
Makasih dah baca
itu kan kaya iklan tipi sekarang mas, kalau ga salah baru pertama kali gue baca karya fiksi dari lo ya mas.. haha
Dah sering kok nulis fiksi. Hehehe. Tp gak ditampilin kategorinya di atas.
oh, jadi yg seperti ini namanya POV2. ceritanya bagus, menarik, mendrama banget. hehehe. 😀
Nah bener apa gaknya gak tahu deh Grant. Ya mudah2an sih.
Tp flat ya?
Menurutku nggak flat kok Ryan. Ini cerpennya tipe2 drama gitu, berasa nonton film drama. 😀
Drama banget ya. Kmrn baca yang mak Carra punya. Bunuh2an. Hihi
biarpun drama banget tapi ceritanya asyik kok, Ryan. 🙂
Makasih Grant.
Gak ikutan yang kali ini?
Blom Ryan, nanti kalo ada ide baru ikut. 😀
Berkunjung dimalam hari gan.
Terima kasih kunjungannya mas.
bagus, jadi inget drakor hihi
Makasih mbak. Mirip drakorkah?
kisah percintaan mah buatku selalu bikin inget drakor hahaha
Oooo gt ya
perempuan memang luar biasa yah…. setia menungggu meski selalu disakiti
Hehe. Rata2 begitukah mas?
ya di cerita itu begitu
mmm…itu…gadis-gadisnya dibunuh apa gimana, mas? *keracunan criminal mind* trus si mantan istri itu kerja di situ apa gimana ya, kok bisa lihat mantan suami terus?
hasil ngenet di warnet ini mas baru bisa komen.
Wah. Kok ngenet mbak? Tumben.
Gadis2nya cuma dibayar buat manas2in istri aja.
Istrinya nguntit mantan mulu. Susah move on.
wah memang sengaja buat mancing cemburu isterinya? smoga kali ini langgeng 😀
Iya mbak. Amin deh.
wahhh…sama2 susah move on rupanya ya 🙂
Iya mbak.