Site icon Perjalanan Senja

Dua Perempuan

Dua perempuan.

Foto: unsplash.com

Ariana:

Dua tahun menjelang usia 40, aku mulai gamang lagi.

Bagaimana tidak? Aku baru saja kehilangan pekerjaan fulltimeku lagi. Untungnya tidak lama sih, sebelum akhirnya aku kembali ke pekerjaan lamaku yang lain.

Foto: unsplash.com

Aku juga belum berani menjalin hubungan lagi sejak dua tahun silam. Jujur, aku masih trauma. Lelaki yang mengaku cinta dan ingin menikahiku ternyata seorang penipu.

Setelah aku di-ghosting, aku baru tahu dari salah satu korbannya bahwa lelaki itu ternyata mata keranjang. Satu, dua, entah berapa perempuan lain juga dirayu dan dipacarinya.

Kemudian dia tertangkap berbuat kriminal. Gadis kecil berusia sembilan tahun yang pernah dilecehkannya beberapa kali akhirnya berani mengadu pada ibunya. Ibunya melapor polisi. Untunglah, berkat bukti-bukti yang mendukung, mantan kekasihku itu pun akhirnya masuk penjara.

Kadang aku lelah dan muak berada di Indonesia. Aku muak dengan pertanyaan, desakan, hingga nyinyiran mereka. Ya, soal berat badan. Soal kenapa aku hingga kini belum menikah juga.

Soal kenapa aku tidak bisa seperti Andhara, kakakku yang sepertinya selalu tampak sempurna di mata mereka. Andhara yang sudah punya empat anak manis-manis dan lucu-lucu, Andhara yang sudah menikah, Andhara yang tetap tampak langsing (karena menang tinggi badan daripada aku)…

Bukannya aku tidak mau menikah dan punya anak. Kalau Tuhan belum berkehendak, mereka mau apa? Memaksaku berburu suami, sehingga malah terlihat putus asa dan menyedihkan?

-***-

Andhara:

Foto: unsplash.com

Tahun ini aku akan berusia 40 di bulan April.

Jujur, kadang aku iri dengan adikku, Ariana. Okelah, waktu remaja dulu, akulah yang pernah lebih berjaya. Sering jalan-jalan, punya pacar, bebas beli ini-itu (meskipun Mama sebenarnya tidak suka aku boros dengan uang jajanku, tapi ‘kan masih bisa pinjam uang jajan Ariana yang nyaris tidak pernah ke mana-mana tiap Malam Minggu).

Singkat cerita, Ariana sendiri dulu hanyalah gadis gemuk kutu buku yang lebih banyak di rumah, nonton TV dan menulis buku hariannya. Jangankan punya pacar, teman saja bisa dihitung jumlahnya. (Aku juga nggak pernah cek siapa saja teman-temannya, sih.)

Sekarang? Dialah anak pertama, perempuan pula, yang berani keluar rumah untuk tinggal sendirian. Ariana bahkan tidak peduli dia belum menikah. Dia selalu paling berani dan mandiri. Itu yang kuingat. Habis, akhir-akhir ini kami sudah jarang mengobrol, sih.

Tapi, aku masih bisa lihat laman medsosnya sesekali. Berbeda dengan postinganku yang selalu soal anak-anak, makanan, sekolah, dan semacamnya, hidup Ariana tampaknya lebih bervariasi.

Traveling, klub menulis, bernyanyi atau baca puisi di panggung, kisahnya tentang murid-murid di kelas, hingga semua tulisannya yang tidak selalu bisa kupahami.

Namun, dia tampak bahagia sekali. Eh, siapa cowok bule ganteng dan berkacamata itu? Aku hanya kenal Tobey, karena hanya dia yang pernah diperkenalkan Ariana ke seluruh keluarga – sehingga Mama akhirnya menganggap Tobey seperti anak sendiri.

Hmm, yang mana ya, pacarnya Ariana? Dia tidak pernah cerita lagi sejak kulihat tautan berita mantannya yang masuk penjara.

Jangan salah. Aku sama sekali tidak menyesali kehadiran anak-anakku yang manis dan lucu-lucu (meski kadang menjengkelkan juga). Aku sayang mereka dan merasa sangat bersyukur.

Namun, ada kalanya aku sangat lelah. Sepertinya, bertukar hidup dengan Ariana barang sehari saja rasanya menarik juga…

-***-

Ulang Tahun Mama:

“Hai, Ra.”

“Hai, Ri.”

“Mama mana?”

“Lagi sama Aldo.” Perempuan tinggi dan langsing itu menoleh ke parkiran. “Aldo lagi cari parkir. Anak-anak sudah sama laki gue dan bininya Aldo di dalam resto.”

“Oke.”

Saat seorang lelaki turun dan menggandeng seorang perempuan berusia senja, kedua perempuan yang mengobrol tadi langsung menghampiri mereka.

“Selamat ulang tahun, Ma…”

Exit mobile version