Perjalanan Senja Gadis Senja Muak, Muak, dan Sangat Muak

Muak, Muak, dan Sangat Muak


Muak

Aku muak jadi orang baik. Dulu aku meyakininya. Dulu aku masih sabar, dengan harapan kebaikanku akan menghasilkan sesuatu yang juga baik. Kamu tahu ‘kan, pepatah itu?

“Kamu menuai apa yang kamu tabur.”

Sayangnya, ini dunia nyata. Belum tentu semua orang menghargai kebaikanmu. Yang ada kamu malah lebih sering dimanfaatkan. Dibodoh-bodohi, disepelekan. Bahkan, pernah ada yang dengan terang-terangan menyebutku lemah:

“Kamu terlalu baik sih, makanya dibodohin orang terus.”

Sakit. Aku sakit hati. Sumpah, lama-lama rasanya menyakitkan sekali. Bukan, bukannya aku pamrih. Aku tidak butuh balasan yang murah hati, apalagi sampai dipuja dan dpuji. Aku bukan orang yang gila hormat. Aku tidak sepicik itu.

Aku hanya tidak ingin dimanfaatkan lagi, apalagi sampai terus dibodoh-bodohi. Aku tidak butuh seluruh dunia untuk menyukaiku. Aku juga tidak se-narsis itu.

Aku hanya tidak ingin diganggu. Sesederhana itu. Masa hal seremeh itu saja mereka tidak paham-paham juga, sih?

Jangan-jangan mereka tidak peduli. Yang penting, aku bebas mereka bully…

-***-

Foto: unsplash.com

Aku muak jadi orang baik. Aku mulai meragukan manfaatnya. Apakah bagimu aku terdengar seperti sudah tidak percaya pada Tuhan lagi? Jangan salah. Aku masih percaya. Aku hanya mulai sering bertanya-tanya mengenai semua “kebijakan” – Nya.

Kenapa Dia membiarkan banyak orang brengsek lolos begitu saja? Apakah karena sudah terlalu banyak manusia tolol dan pengecut yang masih saja percaya dengan pepatah: “Yang waras yang mengalah”?

Lucunya, mereka juga yang kemudian mengeluh: “Kok, orang jahat makin banyak saja ya, jumlahnya?” Apa itu bukan tolol namanya? Mereka sendiri yang sudah terlalu banyak mengalah, alias tidak berbuat apa-apa. Makanya, mereka semakin terus dijajah. Salah sendiri.

Masa sekolahku suram. Anak-anak banyak yang tidak berhenti menggangguku. Aku benci mereka. Kata mereka, akulah yang selalu tidak bisa diajak bercanda.

Tapi, apa yang lucu sih, dari dihina dan digebuki setiap hari? Begitu pula saat bekerja. Aku selalu kalah dari bajingan penjilat berhati busuk di kantor. Mereka-lah yang pintar cari muka sama atasan, tapi diam-diam menginjakku dalam-dalam.

-***-

Foto: unsplash.com

Akhirnya, aku total berhenti menjadi orang baik. Aku sudah tidak percaya lagi. Percuma, bila akhirnya selalu tersakiti.

Ada untungnya juga, aku selama ini lebih banyak diam. Tidak akan ada yang menduganya. Memangnya, aku ini siapa, sih? Bukan orang penting. Hanya diingat bila sedang dibutuhkan atau dijadikan pelampiasan. Langsung kembali terlupakan begitu mereka bosan.

Tapi, aku masih ingat. Aku tidak akan pernah lupa. Bahkan, meskipun mereka tetap menjalani hidup seakan tidak pernah ada apa-apa, akan kupastikan mereka selalu ingat.

Akan kupastikan, akulah hal terakhir yang takkan pernah mereka lupakan…

-***-

“Tiga alumni SMA X ditemukan mati terbakar di sebuah mobil…Staf Perusahaan Y kritis sesudah wajahnya disiram air keras…”

Sosok itu tersenyum puas saat menutup laman berita digital di gawainya. Dihapusnya empat nama dari daftar buatannya di dalam fitur notes.

Sambil meneguk kopi hitam, dipilihnya nama-nama berikutnya…

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.